Sunday, March 27, 2011

FF - Who Turn Me Into A Monster Is You

FF cast : 
- Min Miss A
- Nichkhun, JunSu, Chansung, Taecyeon 2pm
genre : horror/thriller


Annyeong reader! FF pertama nih yg di post~ agak serem sih tapi selamat menikmati aja ya. Happy reading yorobun! ^^


***


Author POV


Hari ini adalah hari ke 30 siswi SMA bernama Lee Min Young, sudah genap 1 bulan dia bersekolah di SMA paling favorit di Seoul. Gadis yang berasal dari keluarga yang kurang beruntung, dia bisa masuk ke sekolah itu karena dia memiliki otak yang cerdas, tak jarang banyak yang meliriknya untuk dijadikan murid kelas khusus. 


Tapi Min menolaknya, dia merasa tidak terlalu ingin menonjolkan prestasinya. Masalahnya, banyak anak-anak di sekolah ini yang iri padanya dan mulai menggunjingkan Min. Tak jarang dia di bully. Dari di sengkat sampai di kerjai di toilet. Dan disinilah semuanya berubah....

POV end 



***




Min POV 


"Hahahaha gadis kampung tak pantas bersekolah disini!" ejek seorang siswi dengan angkuhnya.
"Ya, merasa pintar hah? Punya uang saja tidak! Kau kira bersekolah disini bisa dibayar dengan otak? hah?"
"Aku..." Aku tersungkur di bawah. Tak berani menatap sekeliling.



Tiba-tiba..


BRUK!


Tubuh ku diselimuti oleh tepung. Seseorang telah menjatuhkan tepung ini tepat ke kepala ku.


SRASH!


Urusan dengan tepung belum selesai, aku sudah disiram air dengan selang milik sekolah oleh segerombol anak laki-laki. Ya, JunSu. Salah satu siswa dari gerombol anak-anak itu. 


"Lihat! Lebih baik kan? Kau lebih pantas bertampang seperti ini! Hahahaha!" timpal Nichkhun, orang yang pernah membuat gosip tak mengenakan yang bersangkutan dengan ku.
"Hentikan! Kalian semua hentikan!" aku tiba-tiba melontarkan kata-kata itu. Baru pertama kali aku melawan mereka.
"Berani melawan heh?" Taecyeon mengangkat wajah ku dengan jari telunjuknya. Dia lalu menendang kaki ku


Aku membuang muka dan menggigit bibir bawahku.


"Ya, Ada masalah?" aku berdiri. Membersihkan tepung di bahu ku dan menatap JunSu.
"Hh, lihat. Gadis kampung ini sudah merasa pahlawan." Chansung mendekati ku dengan langkah pelan.
"Keluarga ku memang bukan keluarga kaya seperti kalian. Tapi kalian tak berhak memperlakukan ku seperti ini. Jika tak suka pada ku, kalian tak perlu menemani ku. Anggap aku tak ada apalagi sampai menjahiliku. Lagipula.. aku tak yakin kalian masuk ke sekolah ini karena prestasi." kata-kata pedas itu lagi-lagi terlontar dari mulut ku. Aku berjalan ke arah toilet. Mereka hanya bisa diam dan menganga lebar.


Belum aku melewati lapangan sekolah, seorang siswi muncul dari balik tembok  aula. Dia menepuk tangannya sebanyak 4 kali.


"Hebat kau sudah berani berkata-kata seperti itu.. Kau tau kuman? Ya, itu adalah kau! Karena walaupun dia tak terlihat dan tak ingin dilihat, tapi tetap harus dibasmi kan?"

Siswi itu berjalan mendekati ku dengan langkah cepat dan angkuh. Aku mundur perlahan. Tanpa sadar aku sudah berada di kerumunan anak-anak itu.



"Apa mau mu?" tanya siswi itu lagi.
"Mau ku? kau tidak dengar yang kukatakan tadi? Sudah ya, aku tak ingin punya musuh. Tapi terserah, jika kalian ingin selamanya memusuhi ku. Silahkan."

Aku mengambil langkah besar ke toilet. Aku sempat melihat segerombol anak laki-laki yang tadi menyirami ku hanya bisa terdiam di tempat. Aku tak perduli. Tiba-tiba suara hati ku berkata.



- Hey Min! apa kau tidak sekali pun mencoba balas dendam? Ayolah! Mana harga dirimu? -


Aku menghela nafas lalu melihat pantulan diriku di kaca. Aku menggeleng lalu mengambil air dari wastafel dan membasuh wajah ku hingga bersih. Rambut ku aku basuh perlahan. Setelah kurasa cukup, aku berjalan kembali ke kelas dan mengambil tas. Tiba-tiba..


"Lee Young Min?" panggil suara dibelakang.
"Eh.. songsaengnim.. ada apa?"
"Kau kenapa?? dikerjai oleh mereka lagi??" tanya nya khawatir.

"Aniya.."
" *sigh* Yasudah, Ibu ingin memberi tau bahwa besok pagi kau dipilih sebagai  panitia acara untuk sekolah ini."

"Harus aku?"
"Yah.."
"Baiklah, aku akan datang songsaengnim. Aku pulang dulu. Permisi."



Aku berjalan keluar kelas dan menuruni tangga ke arah lapangan. Sisa tepung masih menempel disana, kulihat ke atas. Mendung. Aku harus cepat pulang. Orang tua ku akan lebih khawatir jika aku tak pulang daripada seragam ku yang bau apek karena tepung.


Tepat di depan gerbang aku saat aku berjalan. Segerombol anak laki-laki tadi melewati ku dengan santai. Kulirik mereka. Tampang orang-orang yang tak pantas disebut manusia. Aku mengambil sepeda ku dan mengayuhnya dengan cepat ke rumah.


"Aku pulang!"
"Min makanan sudah..... Min! kau kenapa?"
"Aku tidak apa-apa umma."
"Seragam mu penuh tepung! ayo bicara pada umma kau diapa kan lagi?"
"Sudah kubilang aku baik-baik saja. Umma tidak perlu khawatir. Ulangan ku tidak ada yang dibawah rata-rata. Umma puas?"

Ibu ku hanya menghela nafas. Dia tau aku menjadi dingin jika sedang marah. Aku mengganti baju dan duduk di kasur ku. Aku beranjak ke meja makan dan mengambil makanan disana. Tepat di kanan piring-piring berbaring pisau yang menganggur. Ada bekas buahnya. Sepertinya Umma ku yang menggunakannya.
Tiba-tiba suara hatiku kembali terdengar.


- Apa pisau itu mengingatkan mu untuk melakukan sesuatu Min? Ya! Saatnya balas dendam! -


Aku terdiam. Lalu tersadar dari lamunan ku. Aku mengambil pisau itu lalu kembali ke kamar. Pisau itu kulempar ke tas ku. Aku memakan makanan yang tadi ku ambil. Kulihat sekeliling. Aku kembali memikirkan nasib ku besok.


- Apa yang harus kulakukan dengan pisau itu? harus kah aku menjadi manusia yang tak pantas disebut manusia seperti mereka? - batin ku.


Aku memejamkan mata dan tersenyum sinis.


- Tak ada salahnya. - jawab ku dalam hati.


***


Min POV


"Kyahahahahaha hey jangan main2 kerjaan kita tidak akan beres!"
"Ya tenang saja hahaha."


Samar-samar terdengar canda tawa anak-anak lain dibelakang ku. Beginilah nasib ku, diasing kan. Mereka tak mau membantu ku merangkai hiasan untuk acara sekolah. 


Tiba-tiba aku teringat akan satu hal. Pisau. Aku melemparkan pekerjaan ku ke tanah dan berlari ke kelas. Aku membuka retsleting tas ku dan mengambil benda tajam berkilau itu. Aku menyembunyikannya di kantong hoodies ku dan kembali ke pekerjaan dibawah.


"Istirahat dulu yuk?" ajak seorang siswa.
"Ya, aku capek nih!"
"Eh, gadis kampung itu tak usah istirahat ya. Memperlambat kerjaan saja." ejek seorang siswi pada ku.

"Siapa yang menyuruhnya istirahat hah?" Taecyeon dengan enteng melontarkan kata-kata seperti itu.


Aku berdiri lalu berjalan ke arah ruang aula. Kulirik ada Nichkhun,JunSu dan Chansung di dalam.


- Bersiaplah. Kalian telah mengubah ku menjadi seperti ini. Kalian juga yang harus menanggungnya. Enjoy the game~ - batin ku.




DRAP.. DRAP..


Aku melangkah masuk ke dalam, melihat sekeliling ruangan dan menatap mereka.


"Surprise." ucap ku dengan senyum senang.
"Heh, mau apa kau? bukannya kau harus menyelesaikan pekerjaan dibawah?" ujar JunSu kaget.
"Sudah."
"Siapa bilang pekerjaan mu hanya merangkai hiasan."
"Aku yang menentukan. Apa hak mu? Hmm?" jawab ku dengan santai dan memamerkan senyum termanis ku.

"Apa mau mu hah?" tanya JunSu yang langsung lompat dari meja yang dia duduki.
"Mau ku? Apa ya.. bermain dengan kalian.. mungkin?" jawabku dengan senyum dan mengeluarkan pisau yang telah kusiapkan.
"H.. hey.." Nichkhun langsung mengarahkan tangannya ke padaku agar menurunkan pisau ku.
"Kenapa? kalian kaget?" tanya ku bak orang yang tak berdosa.

"Min kau.." keringat dingin terlihat mulai membasahi pelipis JunSu.
"Gila? memang, hahaha. Kalian kira aku diam karena takut hah?"

"Min-sshi!" Nichkhun mencoba menenangi ku.
"Kami minta maaf! Tapi tolong jangan..." Chansung mulai berani membuka mulutnya
"Jangan? jangan apa? bunuh? oh.. Siapa yang mau membunuh kalian? Aku hanya ingin... bermain dengan kalian." aku melangkah pelan.



Aku melirik JunSu.


"Hey manis. Sudah tau aturan main ku?" tanya ku.
"Gila.. ini gila." ujarnya.

"Yayaya terserah! Aku bahagia jadi gila. Bisa kita mulai sekarang."

Aku menggoda JunSu dengan pisau. Ku elus sedikit pipinya.



"Mengapa wajah mu begitu memukau? Hmm.. mungkin harus kumulai dari sini."


Ku sayatkan pisau ku pada dahinya. Dari ujung ke ujung.


"ARRRGGGHH!!!!!!" teriakan JunSu memenuhi ruang aula.
"Oh ya, kurasa tuan yang tampan ini lupa jika aula sekolah mahal ini kedap suara?"
"Min.. apa maksud mu.. lepaskan JunSu!" Nichkhun mencoba menarik ku.



SET 


Aku mengarahkan pisau tepat di wajahnya. Hampir saja menusuk hidungnya.


"Kau ingin ikut bermain dengan ku?? ah bukan, dengan monster tepatnya." tanya ku sinis.
"Nichkhun.. lari.. cepat.. bawa Chansung.." Junsu mencoba menahan rasa sakit. Tanpa kusadari dia mengirim email pada Taecyeon dan menyuruhnya untuk menolongnya. Tiba-tiba..


"JunSu!! JunSu!!"
"Hmm.. sepertinya kita kedatangan peserta lain. Ingin ikut bermain, Ok Taecyeon?"

"Min... kau!!!!" Taecyeon mencoba menonjok perutku.


BUAK!


Perutnya kutendang dan Taecyeon jatuh dengan sekali tendangan.


"Sakit?? Nah mari kita lanjutkan, tuan JunSu?"
"Tidak.. jangan.. cukup..."

Aku menyayat lengan kanannya. Menyayat sedikit bagian bahunya.



"AAAAAARRGGGHHHHH!!"


Dia berteriak lebih keras. Tapi itu malah membuat ku tertawa.


"Telapak tangan kiri mu lembut ya? bagaimana jika satu luka membuatnya tak lembut lagi!"

Kusayat telapak tangan kirinya. Sedikit kutekan pisau ku pada akhir sayatan.



"Yah, pisau ku berdarah! Maaf ya ku elap disini."

Aku mengolesi wajah Taecyeon dengan darah JunSu.



"Min!!!" Chansung mengunci ku dari arah belakang.

JLEB



Kutusukan pisau ku pada perutnya. Kutekan dan kukoyak dengan sangat kencang, begitu pula saat kucabut.


"A... A...."

Chansung terjatuh. Kutempelkan tangan ku pada lehernya. Nadinya berhenti. Kulirik Nichkhun,Taecyeon dan JunSu yang kaget.



"Beginilah akibatnya jika kalian mengganggu monster.. sepertiku."


Kuhampiri Nichkhun yang hanya bisa bungkam.


"Mata mu indah. Indah sekali.."
"Tidak! jangan!" teriak Taecyeon dari samping.

Kutusuk mata kanan nya sampai darah menetes ke pipinya.



"AAAAAARRGGGHH!! AARRRGGGHHHH!! Mataku!!!"

Nichkhun hanya bisa menahan darahnya dengan kedua tangan. 



"Ah, sudah kuduga aku tak begitu cerdas. Leher mu yang indah! bukan mata mu."
"Ani!!! jangan sayat leher ku!"
"Terlambat... sayang." jawab ku sinis



SRASH!


Percikan darah dari leher Nichkhun yang kusayat mengenai sebagian wajah ku. Mimik wajah Nichkhun sungguh dapat membuat orang iba. Tapi buat ku, itu menarik.


"Min.. gila.." Taecyeon mulai menangis.


Aku berbalik dan mendekati Taecyeon. 


"Kenapa kau menangis?" aku mengangkat wajahnya dengan telunjuk ku. Aku lalu menendang kaki nya dengan keras persis seperti yang ia lakukan pada ku.




"Min.. jangan.." suara JunSu mulai memelas.
"Rupanya tuan JunSu iba pada mu.. Kau punya rasa iba toh, JunSu?"
"Min.. maaf kan kami semua.. biarkan Taecyeon hidup.."

"Kalau begitu katakan pada monster yang tangannya sudah berlumuran darah ini, mengapa kau tega mengerjai ku sampai-sampai kepala ku berdarah saat kau jahili aku di tangga?"
"Tapi tolong jangan begini caranya!"
"Hh.. mari kita lanjutkan pada Taecyeon yang banyak bicara tapi cengeng ini."



Betis Taecyeon yang kekar itu kusayat dari lutut sampai pergelangan kaki.


"HAAAAAASSSSHHHHH!! *hosh* *hosh*"
"Maaf ya, perut mu sudah ku tendang dan sekarang.. betis mu ku sayat. Taecyeon yang malang.. Tapi.. emosi ku sudah tak bisa ditahan. Terlebih jika melihat syaraf pada wajahmu.. masih berfungsi."


Kutebas pisau ku padanya. 


TUK


Kepala Taecyeon otomatis terpisah dari tubuhnya dan menggelinding tak jauh dari asalnya dengan mata yang masih terbuka. Aku lalu menutupnya dengan puas. Kulirik JunSu yang mulai panik. 


"Maaf membuat mu menunggu.. mari kita selesaikan."

SRAT!



Kedua paha JunSu kusayat sampai dia kesakitan. Aku menatapnya dan berbisik.


"Terima kasih sudah bermain dengan manusia macam aku.. 30 menit lagi darah mu kuperkirakan habis.. Jadi gunakan sebaik mungkin untuk detik terakhir, ya."


Aku meninggalkan mereka semua di aula dan mengedipkan mata dengan centil pada JunSu. Meninggalkan mereka dengan rasa puas yang tidak bisa dirasakan orang biasa...


~ THE END ~




SELESAI!! Gimana? 
dicomment yah buat FFnya~ mau kritik juga boleh sih terserah hehe~
don't be a silent reader please U,U

No comments:

Post a Comment